Di Tengah Banjir Bandang di Tukka, Ibu Maria Memilih Bertahan dan Melayani

Tapanuli Tengah, Sumatera Utara —
Di tengah pengungsian akibat banjir bandang yang dipicu oleh Siklon Selayar di Kecamatan Tukka, Kabupaten Tapanuli Tengah, luka dan kehilangan terasa begitu nyata. Air datang dengan kekuatan yang meluluhlantakkan permukiman dan mata pencaharian warga, meninggalkan duka yang mendalam. Bahkan, beberapa keluarga harus kehilangan orang-orang yang sangat mereka kasihi.

Dalam situasi tersebut, saya bertemu dengan seorang ibu yang kisahnya menguatkan hati saya. Ia adalah Ibu Maria (nama samaran),seorang penyintas banjir bandang di Tukka. Pertemuan ini terjadi di lokasi pengungsian, saat banyak keluarga masih berusaha menata ulang hidup mereka di tengah keterbatasan.

Keluarga Ibu Maria sebenarnya telah menjemput dan mengajaknya mengungsi ke rumah kerabat di daerah yang lebih aman, jauh dari dampak banjir. Namun, dengan hati yang tenang dan penuh panggilan, ia memilih untuk tetap tinggal di tenda pengungsian.

Ia tinggal bukan karena tidak memiliki pilihan, melainkan karena ia memilih untuk melayani.

Di tengah keterbatasan di pengungsian, Ibu Maria hadir bagi sesama penyintas. Ia membantu semampunya—menyapa, menguatkan, dan menemani mereka yang sedang berduka. Meski dirinya sendiri sedang memulihkan luka dan kehilangan, ia memilih untuk tidak berpaling dari penderitaan orang lain.

Makanan siap santap disediakan untuk membantu meringankan beban pengungsi yang tidak memiliki akses atau kemampuan untuk memasak secara mandiri di lokasi pengungsian.

Dengan penuh kasih, Ibu Maria bercerita,

“Setiap pagi kami memulai hari dengan doa, dan sebelum beristirahat kami kembali menutup hari dengan doa. Bergantian para penatua memimpin doa. Di tengah keterbatasan dan ketidakpastian ini, doa menjadi sumber kekuatan kami.”

Melalui bencana ini, saya belajar sebuah hikmah yang sangat dalam. Orang-orang yang sebelumnya tidak saling mengenal, kini menjadi saling mengenal dan saling mengasihi. Kami datang dari latar belakang keyakinan yang berbeda, namun di tempat ini kami menjadi akrab—tinggal bersama tanpa membedakan agama atau siapa pun.

Di tengah bencana banjir bandang di Tukka ini, saya kembali diyakinkan bahwa Tuhan itu baik. Di saat segalanya terasa runtuh, Ia menumbuhkan kasih di hati manusia—kasih yang nyata, yang bergerak, dan yang memulihkan.

Menutup ceritanya, Ibu Maria menyampaikan pesan yang bijak bagi para ibu yang saat ini sedang menghadapi bencana alam:

“Jadilah ibu yang kuat, yang mengayomi, dan tetap berdiri teguh. Di tengah badai kehidupan, iman yang kuat akan menumbuhkan kasih yang mampu menguatkan banyak orang.”

Cerita ini disampaikan oleh Yusi,staf ADRA Indonesia, berdasarkan wawancara lapangan dengan penyintas di Kecamatan Tukka.

Berita terkait lainnya

id_IDIndonesian